BAWEAN DAN ASAL-USULNYA

 BAWEAN DAN ASAL-USULNYA



    Bawean merupakan sebuah pulau kecil yang dikitari pulau-pulau yang lebih kecil lagi seperti Pulau Selayar, Mamunik, Noko, Gili, Nusa, Karangbila, dan Pulau Cina. Dihuni 107.000 jiwa dengan mata pencaharian penduduk se- bagian besar nelayan dan bertani yang tergabung dalam satu suku bangsa yakni Suku Bawean. Namun kini, seiring dengan berkembangnya zaman, pekerjaan penduduk pulau Bawean cukup variatif, seperti berdagang barang dan jasa, guru, pegawai negeri sipil, dan lain-lain.


    Pulau yang luasnya ± 200 km2 ini berada kurang lebih dua belas mil laut atau 120 kilometer sebelah utara Kota Gresik. Sejak tahun 1974 Pulau Bawean termasuk wilayah Kabupaten Gresik, yang sebelumnya berada di bawah ke- kuasaan Kabupaten Surabaya.


    Pulau Bawean terdiri atas dua kecamatan, 30 desa dan sekitar 143 dusun atau kampung. Kedua kecamatan itu ialah Kecamatan Sangkapura dan Tambak. Kecamatan Sangkapura dibagi menjadi 17 desa yaitu Desa Suwari, Desa Dekatagung, Desa Pudakit Barat, Desa Pudakit Timur, Desa Kumalasa, Desa Lebak, Desa Bululanjang, Desa Patar Selamat, Desa Sungaiteluk, Desa Gunung Teguh, Desa Balik Terus, Desa Kotakusuma, Desa Sawahmulya, Desa Sungairujing, Desa Daun, Desa Kebun Teluk Dalam, Desa Sido Gedung Batu. Sedangkan Kecamatan Tambak meliputi Desa Telukjatidawang, Desa Gelam, Desa Sukaoneng, Desa Kelompanggubug, Desa Sukalela, Desa Pekalongan, Desa Tambak, Desa Grejek, Desa Tanjungori, Desa Diponggo, Desa Paromaan, Desa Kepuhteluk, Desa Kepuhlegundi



    Bawean dikenal oleh masyarakat manca negara, terutama karena dua hal, yaitu karena memiliki produksi anyaman tikarnya yang khas dan karena mempunyai satu jenis rusa yang tak ada duanya di dunia yaitu Axis Kuhli (Rusa Bawean). Selain itu, Bawean dikenal orang karena kebiasaan para leluhurnya, yakni merantau.


    Masyarakatnya, terutama para pemudanya sangat gemar merantau, baik kebeberapa pulau di Nusantara ini ataupun merantau jauh ke lima benua. "Belum dianggap dewasa kalau putera Bawean belum pernah menginjakkan kaki di negeri orang," kata seorang kakek dari Desa Tanjung Ori yang mengaku telah 20 tahun di negeri jiran atau Malaysia. Mengapa mereka sering merantau?


    Hal ini bisa ditebak sendiri. Yang pertama karena Pulau Bawean merupakan daerah kecil terpencil, jauh dari keramaian kota dan dikelilingi laut. Letak geografis ini selalu memaksa penghuninya untuk berusaha mencari hidup sebagai nelayan. Yang kadang-kadang mendarat berminggu-minggu di daerah pantai Pulau Jawa, Kalimantan, Madura dan lain-lain. Sehingga lambat-laun, mereka bukan hanya mencari ikan dilaut, melainkan juga menjaring penghasilan di negeri orang.


    Yang kedua, jika ditelusuri asal-usulnya, penduduk Bawean benar-benar berasal dari banyak suku bangsa. Ada yang berasal dari Sulawesi, Bugis, Palem- bang, Jakarta, Solo, Madura, Banjarmasin, Brondong, dan lain-lain. Dan itu sama- sama dominannya. Hal ini mendorong penduduk Bawean tersebut untuk selalu berpesiar ke tanah asalnya tetapi kembali lagi dan menetap di Bawean.


    Kemajemukan asal-usul penduduk Pulau Bawean ini pernah diteliti oleh Emmanuel Subangun, wartawan KOMPAS Jakarta. Beliau pada tahun 1976 datang ke Bawean kemudian menulis di Harian KOMPAS yang antara lain mengemukakan bahwa Jawa ditambah Sumatera ditambah Kalimantan di- tambah Sulawesi dan Irian sama dengan Bawean. Bawean, merupakan kristalisasi dari banyak suku bangsa di Nusantara.


    Hal ini dapat diketahui dari peradaban, kebudayaan dan kesenian yang menyebar di Bawean. Dari segi bela diri misalnya, ada pencak, ada kunto, silat, gelut atau gulat. Ada juga permainan toyo atau tembung, tikpi dan pedang, juga karate dan sebagainya. Bukan hanya "ada" melainkan mempunyai perguruan sindiri-sendiri yang diminati pemuda-pemuda Bawean.


    Kesenian rakyat yang ada (walaupun sudah mulai tidak digemari) antara lain: jibul, sambe, hawar-hawar, samman, lolocon, bengsawen, ngremo, laut tengga, jaran putih, dan orkes melayu. Sedangkan kesenian yang masih hidup dan sekali-kali tampil di pesta-pesta tertentu misalnya mandiling, hadrah, ker- cengan, orkes gambus, dibak, dan korcak. Seni dangdut, zamrah, drama dan bioskop, baru diimpor pada masa-masa belakangan ini.


    Kemajemukan asal-usul penduduk Bawean ini ditandai pula beragamnya penggunaan kosa kata yang terdapat pada bahasa (daerah) Bawean. Untuk sebutan "ayah" saja pada salah satu kampung di sebuah desa terpelosok beraneka macam. Ini sebagai indikasi bahwa sang ayah berasal dari turunan yang tidak sama asal daerahnya.


    Misalnya ada yang memanggil "aba", "abah" atau "abe" sebagai ganti dari "ayah". "Abah" ini diperkirakan dari Palembang atau Arab. Ada juga "owak", "puwak", "wak" atau "puwang" (dari Mandar); "emmak", atau "mak" (dari Solo atau Sulawesi); "buppak", "eppak" (Madura); "bapak", "pak" atau "ayah" (Melayu), "papa", "bapa" (Jawa); dan "ai" atau "yai" (diperkirakan dari Bugis); "rama" atau "ama" (dari Kalimantan dan Jawa).


    Masih mengenai bahasa. Di Pulau Bawean, sampai kini banyak permainan anak-anak seusia sekolah dasar yang di dalam permaian tersebut menggunakan bahasa yang dilagukan, tetapi tidak bisa dipahami maksudnya. Tidak dipahami atau tak dapat diterjemahkan karena kosa katanya sudah jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari, dan lagi sulit untuk diketahui asal-usul (etimologi) kosa kata itu. Salah satu contoh dalam "Permainan Lacung-lacung kunci" atau "Pupur Sedapur", terdapat lagu sebagai berikut:


"LACUNG-LACUNG KUNCI


KUNCI KULU-KULUWEN SABHENYO SAKITING


KANAK-KANAK MARKUNG-MARKUNG


E BEBENA PANGAPUREN


ENGGEK-ENGGEKAN, SURUT SURUTAN


EBEJENGA KETAK-KEDHEP


ONDHUR DIYE JHUR BEBE'EN........dst."


Dari beberapa larik lagu di atas,para sesepuh Bawean mengaku kurang tahu apa maksud atau isi lagu itu.








Sumber:

Kisah-Kisah Pulau Putri (Zulfa Usman)



Comments

Popular posts from this blog

Apa itu SUBJUNCTIVE? (What is Subjunctive?)

THE ANT AND THE DOVE

CPNS 2019 - 2020 PEMBAHASAN DAN PENDALAMAN MATERI TES KARAKTERISTIK PRIBADI (TKP) BESERTA CONTOH 16 ASPEK